Rabu, 17 November 2010

Pekan Raya

Seorang gadis dari desa pergi ke kota mengunjungi pekan raya. Parasnya molek. Wajahnya mengandung seri bunga Bakung dan Mawar. Rambutnya bak matahari senja. Fajar bagai merekah pada bibirnya.

Begitu muncul gadis desa yang cantik itu, dalam sekejap mata pemuda-pemuda mendekat dan mengerumuninya. Ada yang ingin menari dengannya, ada yang ingin memotong kue untuk menghormatinya. Dan semua ingin mencium pipinya. Bukankah itu dalam pekan raya?

Tapi gadis itu kaget dan terhenyak; ia berprasangka buruk terhadap pemuda-pemuda itu. Ia memaki-maki, bahkan menampar muka satu dua orang, lalu lari menjauh.

Dalam perjalanan pulang malam itu, ia berkata dalam hati, "Aku muak. Laki-laki tak sopan dan kurang ajar. Sialan!"

Setahun lewat sudah, dan selama itu gadis yang amat molek itu sering terkenang akan pekan raya dan anak-anak muda. Maka pergilah ia berkunjung lagi ke pekan raya, dengan wajah mengandung seri bunga Bakung dan Mawar, rambut bak matahari senja, dan fajar merekah pada bibir.

Tapi anak-anak muda yang melihatnya langsung berpaling muka. Sepanjang hari, gadis itu tak ada yang mendekatinya sehingga kesepian.

Sore itu, sepanjang jalan pulang, ia menangis dalam hati, "Aku muak. Laki-laki tak sopan dan kurangajar. Sialan." (Khalil Gibran)

Selasa, 16 November 2010

Orang Ketiga Pengamat

Direktori

Pencerita berfungsi sebagai pengamat terhadap pemunculan pada pelaku serta tidak tahu mengenai apa yang ada dalam batin para pelaku atau tahu apa yang ada dalam batin pelaku hanya sampai batas tertentu (tidak serba tahu). Sebagai seorang peninjau/ pengamat, dia hanya menceritakan dalam batas yang terindra (teramati mata, terdengar telinga, dsb). Cerita mengenai suasana batin lebih terbatas. Pencerita mengisahkan tokoh-tokoh dalam kisahnya menggunakan kata ganti orang ketiga ("ia", "dia", "mereka") atau nama.

Bahkan andai pun cerita yang disampaikanya adalah kisah nyata dan si pencerita terlibat langsung di dalam kejadian sesungguhnya yang diceritakannya, si pencerita tetap akan menggunakan kata ganti "dia" untuk dirinya sendiri atau menyebut namanya seolah-olah dia sedang menceritakan orang lain, meski sebenarnya dia sedang menceritakan dirinya sendiri.

Sudut pandang ini adalah sudut pandang yang terbatas, karena apa yang disampaikan terbatas pada apa yang teramati oleh indera dan pada suasana batin yang diceritakan pun hanya sampai batas-batas tertentu, tidak seleluasa sudut pandang maha tahu.

Contoh sudut pandang ini dapat kita temukan pada cerita-cerita yang diangkat dari kisah nyata yang ditulis oleh si pelaku kisah nyata itu sendiri, misal "Sayap-Sayap Patah" karya Khalil Gibran.

Orang Ketiga Maha Tahu

Direktori

Pengarang menjadi pengamat dari para pelaku, tetapi juga merupakan pengisah yang serba tahu, termasuk tahu apa yang ada dalam pikiran orang-orang yang diceritakannya. Pengisah menyebut nama-nama pelaku dengan menggunakan kata ganti orang ketiga ("ia", "dia", "mereka"). Dia bisa berada di dalam cerita sebagai orang ketiga tapi bisa juga berada di luar cerita seperti seorang dalang.

Dia tidak terlibat secara langsung dalam keseluruhan satuan dan jalinan cerita, tapi dia tahu segala sesuatu mengenai pelaku, maupun kemungkinan kadar nasib yang bakal dialami para pelaku. Narator jenis ini dapat menceritakan apa yang ada dalam batin pelaku (sudut pandang maha tahu), tapi bisa juga tidak (sudut pandang obyektif).

Contoh penggunaan sudut pandang ini adalah "Opera van Java". Narator (Parto) selaku dalang sering menggunakan teknik bercerita ini. Kadang menempatkan diri di luar cerita, tapi terkadang menempatkan diri di dalam cerita sebagai tokoh yang terkesan tak penting (tambahan).

Orang Pertama Pengamat

Direktori

Pencerita tidak menjadi tokoh utama. Dia berada dalam cerita tapi hanya sebagai tokoh tambahan. Melalui mata si tokoh tambahan ini pembaca diajak untuk melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita. Suasana batin yang diceritakan sebatas si "aku", sedangkan suasana batin tokoh lain terbatas.

Orang Pertama Maha Tahu

Direktori

Pencerita juga berfungsi sebagai pelaku cerita sehingga menjadi penutur yang serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama dan apa yang ada pada benak para pelaku yang lain, baik secara fisik maupun psikologis. Itulah sebabnya disebut Pencerita Maha Tahu. Dalam sudut pandang ini, pencerita menyebut pelaku utama dengan menggunakan kata ganti orang pertama ("saya", "aku", dsj).

Contoh penggunaan sudut pandang ini antara lain pada cerpen-cerpen remaja.

Sudut Pandang Penceritaan

(Serial Unsur Intrinsik Teknik Bercerita, Unsur Intrinsik Sastra)


Narator
Omniscient (Maha Tahu)
Observer (Pengamat)
Orang pertama ("Aku", Saya")

Orang Pertama Pengamat

Orang ketiga ("dia", "mereka", nama)

Orang Ketiga Maha Tahu, disebut juga narrator observer omniscient

Orang Ketiga Pengamat

Minggu, 14 November 2010

be held back a class=tinggal kelas, tidak naik kelas

Contoh:


  1. I live in England, where being held back a class is extremely rare, particulary in state schools (non-paying schools).

    Saya tinggal di Inggris, dimana sangat jarang terjadi kejadian tinggal kelas (tak naik kelas), khususnya di sekolah-sekolah negeri (sekolah gratis).

  2. I can't remember exactly what his punishment was, but he lost rank and got held back a class in school.

    Aku tak dapat ingat persisnya apa hukumannya, tapi dia kehilangan ranking kelasnya dan tinggal kelas di sekolah.


Rabu, 29 September 2010

Air Mata dan Gelak Tawa

Suatu senja di tepi Sungai Nil, bertemulah seekor dubuk dengan seekor buaya; keduanya berhenti dan saling memberi salam.

Dubuk berkata, "Apa kabar, Tuan?"

Buaya menjawab, "Buruklah nasibku. Terkadang dalam penderitaan dan kesedihan, aku menangis. Tapi semua makhluk selalu mengatakan 'Itu hanya air mata buaya'. Tiada terkira kata-kata itu melukai hatiku."

Dubuk menyahut, "Tuan mengatakan perihal penderitaan dan kesedihanmu, tapi pikirkan juga barang sejenak pengalamanku. Aku suka memandang keindahan dunia, keanehan, dan keajaibannya, dan karena begitu sukacita, aku tertawa seperti dunia yang lagi bersukaria. Tapi semua penghuni hutan berkata 'Itu hanya gelak tawa dubuk'."

Selasa, 17 Agustus 2010

Elang dan Nuri

Nuri dan Elang bertemu di atas batu sebuah bukit. Nuri menyapa,

"Mat Pagi, Tuan."

Elang menatapnya dan menjawab pendek,

"Mat Pagi."

Nuri melanjutkan,

"Baik-baik saja, Tuan?"

"Hai," jawab Elang, "Baik saja. Tapi tak tahukah kamu bahwa aku raja semua burung, sehingga tidak boleh menyapa sebelum aku mengucapkan sesuatu?"

Kata Nuri,

"Saya kira kita sekeluarga."

Elang memandangnya dengan cemooh, ujarnya,

"Siapa yang pernah mengatakan bahwa kamu dan aku sekeluarga?"

Nuri berkata lagi,

"Tapi ingatlah, saya dapat terbang tinggi setinggi terbang Tuan, lagi pula saya dapat menyanyi serta memberi kesenangan kepada makhluk lain di bumi ini. Sedangkan Tuan tidak."

Elang marah, serunya,

"Kesenangan dan kegembiraan! Kamu makhluk kecil dan lancang! Dengan sekali patukan paruh aku dapat membinasakanmu. Kamu cuma sebesar kakiku."

Nuri itu terbang, selanjutnya hinggap di atas punggung Elang dan mencabuti bulunya. Elang marah, melesat terbang membubung agar dapat melepaskan burung kecilitu dari punggung. Tapi tak berhasil. Akhirnya ia turun kembali ke atas batu di bukit semula. Ia makin marah karena makhluk kecil itu masih tetap bertengger di punggungnya.

Saat itu datanglah kura-kura. Ia mendekat dan tertawa melihatnya. Begitu keras ia tertawa sehingga tubuhnya nyaris terbalik.

Elang menatap kura-kura dan ujarnya,

"Hai, Perangkak Lamban, apa gerangan yang kamu tertawakan?"

Jawab kura-kura,

"Ternyata burung kecil itu lebih unggul darimu."

Elang menyahut, "Jangan campur tangan! Ini urusan keluarga antara aku dan kakakku, Nuri.

Rabu, 28 Juli 2010

Lagu Cinta

Seorang penyair pernah menggubah lagu cinta yang indah. Lagu itu diperbanyak, dikirimkannya kepada teman dan kenalan, pra dan wanita, dan juga kepada seorang wanita muda yang baru saja dikenalnya — wanita muda yang tinggal di seberang bukit.

Sehari atau dua hari kemudian, balasan surat wanita itu datang. Dalam surat itu tertulis, "Izinkan aku meyakinkan bahwa aku sangat terharu oleh lagu cinta yang kaugubah untukku. Datanglah, temuilah bapak dan ibuku, selanjutnya kita mempersiapkan pertunangan."

Si penyair menjawab surat itu, tulisnya, "Kawan, itu hanya sebuah lagu cinta yang lahir dari kalbu penyair, dinyanyikan oleh setiap pria dan wanita."

Wanita itu menulis surat lagi, bunyinya, "Munafik, pendusta! Sejak hari ini sampai mati aku membenci semua penyair."

(Kahlil Gibran)

Lagu Cinta

Seorang penyair pernah menggubah lagu cinta yang indah. Lagu itu diperbanyak, dikirimkannya kepada teman dan kenalan, pra dan wanita, dan juga kepada seorang wanita muda yang baru saja dikenalnya — wanita muda yang tinggal di seberang bukit.

Sehari atau dua hari kemudian, balasan surat wanita itu datang. Dalam surat itu tertulis, "Izinkan aku meyakinkan bahwa aku sangat terharu oleh lagu cinta yang kaugubah untukku. Datanglah, temuilah bapak dan ibuku, selanjutnya kita mempersiapkan pertunangan."

Si penyair menjawab surat itu, tulisnya, "Kawan, itu hanya sebuah lagu cinta yang lahir dari kalbu penyair, dinyanyikan oleh setiap pria dan wanita."

Wanita itu menulis surat lagi, bunyinya, "Munafik, pendusta! Sejak hari ini sampai mati aku membenci semua penyair."

(Kahlil Gibran)

Senin, 12 Juli 2010

Pakaian

Suatu hari si Cantik dan si Buruk bertemu di pantai. Keduanya saling mengajak, "Mari kita mandi di laut."

Keduanya menanggalkan pakaian, kemudian berenang. Tak berapa lama si Buruk kembali ke pantai, lalu mengenakan pakaian si Cantik, lantas pergi.

Si Cantik pun kembali ke pantai. Ia tak dapat menemukan pakaiannya; karena malu telanjang, dikenakanlah pakaian si Buruk.

Sampai kini kita tak dapat mengenali mereka masing-masing.

Namun ada juga yang dapat mengenali wajah si Cantik, meski pakaiannya demikian. Dan ada pula yang dapat mengenali wajah si Buruk, karena pakaiannya tak dapat menyembunyikannya.

(Kahlil Gibran)

Sang Musafir

Aku berjumpa dia di perempatan – seorang lelaki yang hanya berjubah dan bertongkat, dengan kerudung penderitaan pada wajahnya. Kami saling mengucapkan salam, lalu aku berkata padanya, "Singgahlah ke rumahku sebagai tamu."

Ia pun ikut aku pulang.

Istri dan anakku menyongsong kami di ambang pintu; orang itu tersenyum pada mereka, dan mereka pun menyambut hangat kedatangannya.

Kami duduk makan bersama. Kami pun merasa akrab bersama dia, yang berwajah sunyi dan gaib.

Setelah makan, kami berkumpul dekat pendiangan. Kami bertanya perihal pengembaraannya.

Malam itu ia bercerita panjang kepada kami, begitu pula esok harinya. Wajahnya ramah, tapi tersirat jejak penderitaannya. Kisahnya mengenai derita dan kepedihan sepanjang perjalanan.

Dan bila ia meninggalkan kami tiga hari kemudian, kami pun lebih merasa bahwa seorang di antara kami masih berada di halaman dan belum masuk ke dalam rumah.

(Kahlil Gibran)

Senin, 21 Juni 2010

Kutipan Tak Langsung

Kutipan tak langsung adalah suatu kutipan di mana dalam kutipan tersebut seorang penulis mengutip pokok pikiran penulis lain, tapi si penulis tersebut memasukkan pemikiran penulis lain itu ke dalam tulisannya dengan menggunakan kata-kata sendiri, dan bukannya mengutip secara literal, agar pemikiran tersebut lebih mudah ditangkap, dimengerti, dan dipahami oleh segmen pembacanya. Di samping itu, kutipan tidak langsung juga digunakan agar kutipan tersebut terintegrasi penuh ke dalam teks yang sedang ditulis dan agar tulisan tersebut jadi mengalir, sehingga lebih enak dan lebih mudah dibaca.

Kutipan tak langsung dilakukan dengan menggunakan dua teknik, yaitu parafrase dan meringkas.

Penulisan kutipan tak langsung dalam teks yang sedang ditulis oleh seorang penulis tidak perlu dituliskan di dalam tanda kutip ganda. Meski demikian, penulis masih perlu untuk menuliskan sumber dari kutipan tak langsungnya itu, karena, meskipun penyampaiannya menggunakan kata-kata sendiri, namun pokok pemikirannya berasal dari penulis lain.

Dalam bahasa-bahasa modern, kutipan tak langsung tidak dituliskan di dalam tanda kutip ganda dan diakhir dengan teks sumber yang dikutip itu beserta tahunnya. Dalam tata bahasa Yunani kuno, semisal dalam naskah kuno Injil, tidak adaaturan tata bahasa semacam itu. Kutipan tidak langsung dari kitab-kitab Alkitab Perjanjian Lama banyak digunakan, tapi tidak disertai tahun sumber dan tidak selalu disertai dikutip dari kitab apa.

Contoh kutipan tidak langsung (bandingkan dengan contoh kutipan langsung)

  1. Kumpulan dan susunan pikiran kita itu disebut skemata, itu yang Rumelhart bilang (1981: 33).
  2. Saya nyatakan kepada anda, skemata itu konstrak (Rumelhart, 1981: 33).

Dengan membandingkan antara kutipan tidak langsung dan kutipan langsung itu, kita dapat melihat bahwa contoh nomor satu adalah kutipan tidak langsung dalam suatu tulisan yang dikemas secara ringan dengan segmen orang yang agak enggan berpikir berat, sedang kutipan tidak langsung dalam contoh kedua disampaikan dalam tulisan yang memberi kesan suatu diskusi panas.

Kutipan tidak langsung selalu terkait dengan konteks, baik itu konteks internal (teks) maupun konteks internal (pembaca).

Kutipan Langsung

Kutipan langsung adalah kutipan yang dikutip oleh seorang penulis secara literal huruf demi huruf, kata demi kata, atau kalimat demi kalimat dari teks lain dan dimasukkan secara persis sama ke dalam teks yang ditulisnya.

Kutipan langsung juga dapat dikutip dari sumber tertulis dan dari sumber lisan atau sumber tak tertulis. Pengutipan dengan menggunakan sumber tak tertulis lebih lemah daripada kutipan dari sumber tertulis. Untuk memperkuat kutipan lisan, penulis dapat menyalin kutipan langsung dan meminta pengesahan dari si pembicara lisan itu bahwa memang dia yang mengucapkan kata-kata tersebut. Pengesahakan dapat dilakukan menggunakan paraf, tanda tangan, atau bahkan segel atau materai.

Dalam bahasa-bahasa modern, kutipan langsung dituliskan di dalam tanda kutip ganda ("...") dan diakhir dengan teks sumber yang dikutip itu beserta tahunnya bila dimasukkan dalam kalimat atau ditampilkan dalam bentuk blok, bila berdiri sendiri. Dalam bahasa-bahasa kuno, aturan tata bahasa semacam itu tidak ada, karena tanda baca semacam tanda kutip ganda belum dikenal. Dalam naskah Injil kuno, kutipan langsung juga tidak dibedakan dari kutipan tidak langsung, karena dalam bahasa Yunani Kuno tidak dikenal sama sekali tanda baca, bahkan spasi antar kata pun belum dikenal.

Contoh kutipan langsung:

  1. Kenyataannya, Rumelhart menyatakan bahwa skemata adalah "benar-benar blok konstruksi kognisi" (1981: 33).
  2. Saya berani menyatakan kepada anda bahwa skemata adalah "benar-benar blok konstruksi kognisi" (Rumelhart, 1981: 33).
  3. Tapi, apakah sebenarnya skemata itu?
    Skemata adalah benar-benar blok konstruksi kognisi" (Rumelhart, 1981: 33).

Biasanya, kutipan yang dijadikan blok tersendiri adalah kutipan yang panjangnya lebih dari 3 baris. Namun dalam kasus-kasus tertentu semisal dalam situs ini, kebiasaan tersebut tidak diikuti. Bahkan kutipan 1 kalimat pun dibuat menjadi blok kutipan dan bahkan diberi warna untuk mencuri perhatian pembaca secara lebih lagi dan untuk memisahkan antara tegas antara kutipan dan bukan kutipan.

Sabtu, 12 Juni 2010

Kutipan

Definisi

Mengutip adalah tindakan berbicara atau menuliskan suatu bagian dari perkataan atau tulisan pihak lain. Hasil dari tindakan mengutip tersebut disebut kutipan. Sehingga, kutipan adalah hasil dari tindakan berbicara atau menuliskan suatu bagian dari perkataan atau tulisan pihak lain. Kutipan merupakan pinjaman perkataan atau tulisan pihak lain.

Tujuan kutipan

  1. menegaskan isi uraian
  2. membuktikan apa yang dikatakan
  3. menunjang apa yang diungkapkan

Mengapa kutipan diperlukan

Meneliti kembali apa yang telah diteliti oleh banyak ahli adalah tindakan pemborosan sumber daya, baitu itu sumber daya waktu, dana, maupun manusia. Karena itu, mengutip hasil penelitian yang telah diselidiki oleh orang lain atau oleh banyak orang lain secara mendalam diperbolehkan sebagai bukti. Hasil penelitian orang lain itu diasumsikan/ diyakini benar. Dengan cara ini, ilmu pengetahuan dapat berkembang pesat seperti sekarang. Suatu penelitian didasarkan pada hasil penelitian orang lain, dan pada gilirannya, penelitian itu sendiri nantinya akan dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya. Isaac Newton merumuskan hal ini dengan ungkapan "berdiri di atas pundak raksasa".

If I have seen further than other men, it is because I have stood upon the shoulders of giants.

Jika telah melihat jauh ke depan dibandingkan orang lain, itu karena aku berdiri di atas pundak para raksasa (Letter to Robert Hooke, 15 February 1676 (5 February 1675 kalender Julian))

Jenis Kuipan

Kutipan terdiri dari 2 jenis, yaitu:

  1. Kutipan langsung (kutipan literal)
  2. Kutipan tidak langsung.

Jumat, 04 Juni 2010

Parafrase

Parafrase adalah
(kata benda) kutipan yang diperoleh dengan cara menceritakan kembali substansi pesan dari apa yang dikutipnya tersebut dengan menggunakan kata-kata sendiri agar jadi lebih mudah dipahami oleh segmen masyarakat yang menjadi audiensnya.
(kata kerja) mengutip dengan cara menceritakan kembali substansi pesan dari apa yang dikutipnya tersebut dengan menggunakan kata-kata sendiri agar jadi lebih mudah dipahami oleh segmen masyarakat yang menjadi audiensnya.

Contoh:

Kutipan literalParafrase/ Kutipan parafrasistik
Lebih sulit mendeskripsikan plagiatisme apabila ringkasan dan parafrase terlibat, karena meskipun keduanya berbeda, namun batas-batas antara keduanya kabur, dan penulis mungkin tidak mengetahui bahwa dia telah menyeberangi perbatasan, dari ringkasan ke parafrase, dari parafrase ke plagiatisme. Apapun niatnya, parafrase yang dekat dengan pernyataan aslinya adalah plagiatisme, bahkan ketika sumbernya dikutip. Misalnya, paragraf di bawah ini akan dihitung sebagai plagiatisme terhadap paragraf ini (Booth, Colomb, dan Williams, 169). Karena sulit untuk membedakan batas antara ringkasan dan parafrase, penulis dapat melintas batas menuju ke plagiatisme tanpa menyadarinya, bahkan ketika penulis mengutip sumbernya dan tidak pernah bermaksud untuk melakukan plagiat. Banyak orang dapat mempertimbangkan paragraf ini sebagai sebuah parafrase yang melintasi perbatasan plagiarisme (Booth, Colomb, dan Williams, 169).

Meskipun pilihan kata parafrase berbeda dengan pilihan kata kutipan literal, namun pokok informasinya sama. Itulah sebabnya, memparafrasekan suatu karya ilmiah sudah tergolong dalam tindakan plagiatisme.

Sabtu, 24 April 2010

Majas Antropomorfisme

Secara etimologis, istilah "antropomorfisme" berasal dari kombinasi bahasa Yunani kata Ανθρωπος (anthropos), "manusia" dan μορφή (morphe), "bentuk" atau "bentuk".

Majas antropomorfisme adalah metafora yang mengatribusikan karakteristik manusia kepada entitas selain manusia, seperti misal alam, tumbuhan, pohon, fenomena, negara, konsep abstrak, obyek, angin, hujan atau matahari. Dengan menggunakan majas antropomorfisme, entitas bukan manusia tersebut diceritakan seolah-olah berbicara, berpikir, bersikap, bertingkah laku, merasa, dan bertindak seperti manusia, meski tentu entitas tersebut dalam makna harfiah tidak seperti manusia. Dengan kata lain, majas antropomorfisme adalah interpretasi terhadap entitas bukan manusia dengan menggunakan istilah-istilah manusia atau dengan menggunakan istilah-istilah karakteristik manusia yang dikenal manusia agar entitas bukan manusia tersebut dapat lebih mudah dipahami oleh manusia.

Sebagai suatu metafora, majas antropomorfisme sebenarnya menggunakan perbandingan analogi sebagai inti pokok logikanya dengan tidak menyertakan kata-kata pembanding seperti misal "bagai", "bagaikan", "ibarat", "seperti", "seumpama", "bak", "laksana", "umpama", dsj.

Majas antropomorfisme sangat produktif sekali penggunaannya dalam kitab-kitab suci (termasuk Alkitab dan Al Qur'an) untuk menceritakan mengenai Tuhan — konsep abstrak entitas non manusia yang mustahil dapat dipahati (terlebih dihayati) bila tidak diceritakan dengan menggunakan majas antropomorfisme. Contoh penggunaan majas antropomorfisme untuk Tuhan meliputi pensifatan (atribusi) Tuhan yang dikisahkan melihat, mendengar, cemburu, setia, mengetahui, adil, bijaksana, bersemayam, mendekat, sabar, pengasih, penyayang, berbicara/ berfirman, perkasa, dsb.

Kamis, 22 April 2010

Index

Please activate javascript your browser to see this page.
Mohon aktifkan javascript browser anda untuk melihat halaman ini.

Code "a" : in English
Kode "b" : dalam bahasa Indonesia
QQ

Sabtu, 17 April 2010

Campur kode (code mixing)

Campur kode (code mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan untuk mendukung suatu tuturan yang disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Gejala campur kode ini biasanya terkait dengan karakteristik penutur, misal, latar belakang sosil, pendidikan, kepercayaan, dsb.

Dalam keseharian, masyarakat Indonesia yang multilangual, kita sering sekali mendengar peristiwa campur kode ini.

Contoh:

  1. Alhamdulillah, dia selamat.
  2. Kalau sudah mengisi formulir itu, tekan tombol Enter.
  3. Percayalah kepada Allah dengan segenap hatimu.

Contoh 1 dan 3 tersebut menunjukkan campur kode bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, sedangkan contoh 2 menunjukkan campur kode bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

Interferensi Bahasa

Interferensi ialah masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yg mengakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yg dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologis, gramatikal, leksikal maupun semantis. Dalam peristiwa interferensi terjadi transfer, yaitu penggunaan kaidah bahasa tertentu pada bahasa lainnya.

Jenis interferensi meliputi:
  1. Interferensi progesif

    Interferensi terjadi dalam bentuk masuknya unsur bahasa yang dikuasai lebih dulu ke bahasa yang dikuasai kemudian. Interferensi jenis ini banyak ditemukan dalam Injil dan kitab-kitab lain dalam Alkitab Perjanjian Baru, karena Alkitab Perjanjian Baru ditulis dengan menggunakan bahasa Yunani oleh orang Ibrani yang berbahasa ibu Aram dan Ibrani.

  2. Interferensi regresif

    Interferensi regresif adalah masuknya unsur bahasa yang dikuasai kemudian ke bahasa yang sudah dikuasai lebih dulu.

Interferensi hanya dapat terjadi bila seseorang dapat berbicara dalam 2 bahasa atau lebih.

Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu:

  1. faktor kontak bahasa.

    Bahasa-bahasa yang digunakan dalam masyarakat itu saling berhubungan sehingga perlu digunakan alat pengungkap gagasan. Karena faktor tersebut maka terdapat interferensi performansi atau interferensi sistemis.

  2. kemampuan berbahasa yang akan mengakibatkan interferensi belajar muncul.

Sabtu, 03 April 2010

Intonasi final

Intonasi final adalah penurunan pola titi nada pada suku kata-suku kata yang mengikuti tekanan frase dalam kelompok gagasan terakhir dalam kalimat.

Intonasi final dapat berupa

  • intonasi deklaratif yang disimbolkan dengan tanda titik (.) dalam bahasa tulis
  • intonasi tanya yang disimbolkan dengan tanda tanya (?) dalam bahasa tulis
  • intonasi seru yang disimbolkan dengan tanda seru (!) dalam bahasa tulis

Klausa terikat

Klausa terikat adalah klausa yang memiliki struktur yang tidak lengkap. Dengan kata lain, klausa jenis ini tidak memiliki subyek sekaligus predikat. Karena itu, klausa jenis ini selalu terikat dengan klausa yang lain dan tidak pernah bisa menjadi kalimat mayor.

Klausa terikat biasanya berdiri sebagai jawaban atas suatu pertanyaan atau berdiri di dalam anak kalimat. Klausa terikat yang berdiri di dalam anak kalimat relatif mudah dikenal karena di bagian depan dari klausa terikat tersebut biasa ada konjungsi subordinatif semacam ketika, apabila, kalau, dsj.

Contoh:

  1. Besok sore. (Jawaban untuk kalimat "Kapan kamu berangkat?")
  2. Ketika hujan turun, bukit itu longsor.

Pada contoh nomer 2 di atas, klausa terikat "ketika hujan turun" ditandai dengan konjungsi subordinatif "ketika", dan klausa tersebut membentuk anak kalimat "Ketika hujan turun".

Karena diawali dengan konjungsi subordinatif, maka klausa terikat disebut juga klausa subordinatif (subordinative clause) atau klausa bawahan. Klausa lain yang menjadi tempat klausa terikat itu mengikatkan diri dan hadir bersama-sama dengan kalimat terikat itu disebut sebagai klausa utama (main clause, principal clause) atau klausa atasan. Eksistensi klausa terikat dalam kalimat majemuk bertingkat bergantung pada klausa utama. Jenis klausa utama selalu klausa bebas.

Klausa Bebas

Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur kalimat yang lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat.

Contoh:

  1. Bapak sedang pergi
  2. Ibu telah makan

Hanya dengan memberi intonasi final pada klausa bebas, maka klausa tersebut berubah menjadi kalimat mayor. Ini berarti, klausa bebas berpotensi menjadi kalimat mayor.

Klausa Bebas + Intonasi Final → Kalimat Mayor

Contoh:

Bila...

maka

  • kalimat mayor: Bapak sedang pergi?

Kalimat tersebut berasal dari proses sederhana:

Bapak sedang pergi + ? → Bapak sedang pergi?


Jenis Klausa

Jenis-jenis klausa dapat dibedakan berdasarkan 2 hal, yaitu:

  1. Berdasarkan strukturnya, meliputi:
    1. Klausa bebas
    2. Klausa terikat
  2. Berdasarkan kateori segmentalnya
    1. Klausa verbal
    2. Klausa nominal
    3. Klausa ajektifal
    4. Klausa adverbial
    5. Klausa preposisional

Minggu, 28 Maret 2010

Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif, dengan kata lain, runtutan kata-kata tersebut harus ada yang berfungsi sebagai predikat. Tanpa predikat, tidak ada klausa. Selain fungsi predikat, fungsi lain yang juga perlu ada adalah subyek. Subyek ini bisa berupa subyek eksplisit maupun subyek implisit yang diketahui dari bentuk kata kerjanya, sebagaimana ada dalam bahasa-bahasa tertentu, seperti misal bahasa Yunani, Ibrani, Aram, dan Arab. Bahasa-bahasa semacam ini dikenal sebagai bahasa bersubyek nol. Selain subyek dan predikat, fungsi-fungsi semacam obyek, pelengkap, dan keterangan tidak wajib ada dalam klausa.

Contoh klausa dengan subyek eksplisit


  • Indonesia
    1. Andi pergi
    2. Deni membaca
  • Inggris
    1. She jumped
    2. He run

Contoh klausa dengan subyek implisit (subyek implisit diberi tanda warna merah)

  • Yunani
    1. Μαρτυρω 'Marturō' "Aku berkata"
    2. Μαρτυρετε 'marturete' "Kalian bersaksi"
  • Ibrani
    1. בָּרָא ‘bārā'’ "Dia mencipta"

Kalimat rumit terdiri dari kombinasi beberapa klausa, baik itu kombinasi antara klausa bebas dengan klausa bebas maupun antara klausa bebas dengan klausa terikat.

Contoh kombinasi antara klausa bebas dengan klausa bebas

Kakak belajar, sedangkan adik bermain.

Dalam contoh tersebut, klausa "kakak belajar" dan klausa adik bermain" adalah klausa bebas.


Contoh kombinasi antara klausa bebas dengan klausa terikat


Kalau tidak ada halangan, saya akan pergi besok pagi.


Dalam contoh tersebut, klausa "saya akan pergi besok" adalah klausa bebas, sedangkan klausa "kalau tidak ada halangan" adalah klausa terikat.

Dalam tataran linguistik, tataran klausa berada di bawah kalimat, namun di atas frase. Bila klausa diberi intonasi final, maka terbentuklah kalimat.

Kalimat yang berasal dari klausa menjadi kalimat mayor, sedangkan kalimat yang tidak berasal dari klausa menjadi kalimat minor.

Berdasarkan struktur dan kategori segmentalnya, klausa dapat dibedakan menjadi beberapa jenis klausa.

Minggu, 21 Maret 2010

Prinsip penyusunan/ Prinsip Frege (Principle of Compositionality, Frege's Principle)

Prinsip penyusunan (principle of compositionality) adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa makna ekspresi yang kompleks ditentukan oleh makna setiap konstituen dan strukturnya. Dari Prinsip Penyusunan ini kita dapat menurunkan rumusan:

Makna Kalimat = Makna Leksikal Tiap Unsur Penyusun + Tata Bahasa

Prinsip Penyusunan ini juga disebut Prinsip Frege, karena dirumuskan pertama kali oleh Gottlob Frege, meski ide pokoknya telah ada sejak jaman Plato dalam karyanya yang berjudul Theaetetus dan Yāska dalam karya risalahnya yang berjudul Nirukta. Frege menyatakan dalam bukunya yang berjudul "Fondasi Aritmetika" bab 60 bahwa hanya dalam kalimat yang lengkap saja kata-kata mempunyai makna.

Prinsip ini secara umum mendasari ilmu linguistik modern. Mengapa disebut "secara umum"? Karena ada bagian-bagian dalam linguistik yang tidak terikat oleh prinsip ini seperti misal idiom, sindiran, sinistisme, sarkasme, peribahasa, dsb. Sebutlah ada seorang ibu yang begitu jengkel karena suaminya sering pulang malam. Lalu dia berkata dengan marah, "Pulang malam terus saja sampai puas. Pulang malam kan enak." Bayangkan bila si suami memahami kalimat si istri tersebut dengan Prinsip Penyusunan. Pastilah dia akan makin sering pulang larut malam (bahkan kalau perlu pulang pagi) dan membuat situasi rumah tangganya makin runyam. Makna kalimat semacam yang si istri itu katakan tentu saja tidak sebagaimana yang tertulis, karena ada konteks dan intonasi yang menentukan makna kalimat tersebut. Di sini lagi-lagi kita melihat bahwa konteks adalah raja yang menentukan makna kalimat.

Meski secara umum Prinsip Penyusunan ini masih digunakan hingga saat ini dalam kelas-kelas bahasa, namun penggunaannya pada jaman modern ini telah mempertimbangkan aspek-aspek lain, seperti misal konteks kalimat dan intonasi yang digunakan oleh si pembicara. Dalam bahasa percakapan, prinsip ini mungkin hanya menempati porsi yang tidak dominan, mengingat bahasa percakapan kita sangat dipengaruhi oleh bahasa tubuh, ekspresi, dan intonasi.

Idiom (Ungkapan)

Idiom atau ungkapan adalah ujaran yang penggunaannya dalam suatu bahasa itu khas bagi suatu bahasa dan komunitas, baik dalam hal konstruksi gramatikal maupun dalam hal makna yang tidak dapat diketahui dari gabungan makna kata-kata yang digunakan dalam idiom tersebut. Idiom itu fenomena berbahasa yang lumrah, yang dapat ditemukan dalam berbagai bahasa, dari bahasa kuno berusia ribuan tahun sampai pada bahasa-bahasa modern. Dalam linguistik, masih diperdebatkan apakah idiom dianggap sebagai gaya bahasa yang bertentangan dengan principle of compositionality (prinsip penyusunan) atau tidak.

Contoh idiom bahasa Indonesia:

  • panjang tangan: suka mencuri
  • besar kepala: sombong
  • banting tulang: kerja keras

Contoh idiom bahasa Inggris:

  • put words in (to) someone's mouth: menginterpretasikan perkataan seseorang sehingga maknanya seperti yang anda inginkan dan bukannya seperti yang si pembicara itu maksudkan
  • What the heck!: tidak masalah
  • cry in one's beer: menyesali diri
  • to kick the bucket: modar (bahasa kasar dari mati)

Makna suatu idiom tidak dapat diketahui dari kata-kata yang menyusun idiom tersebut, sehingga untuk mengetahui maknanya, kita perlu menghafalnya atau dengan cara melihat kamus. Selain dengan kedua cara itu, terkadang kita bisa menafsirkan makna suatu idiom dari konteks kalimat dimana idiom tersebut ada.

Contoh mengenal idiom dari konteks:

  1. Dia pemuda yang ringan tangan. Setiap kali melihat ada yang kesusahan, segera saja ia membantu semampunya.

    Dalam konteks kalimat, idiom "ringan tangan" berarti suka membantu

  2. Ringan tangan sekali dia! Hanya karena tersenggol, dia menghajar orang.

    Dalam konteks kalimat, idiom yang sama berarti suka memukul atau mudah untuk melayangkan pukulan ke orang lain.

  3. Setelah bekerja membanting tulang dan mandi peluh seharian, Doni tertidur pulas sekali.

    Dalam konteks kalimat ini, kedua idiom tersebut berarti bekerja sangat keras dengan segenap tenaganya.

  4. Don't cry in your beer. Get yourself straightened out.

    Ada orang-orang dalam masyarakat Barat tempo dulu bila sedang tertekan dan menyesali diri/ menyesali nasib jadi tenggelam dalam minuman keras. Dengan mengetahui konteks tempo dulu ini, kita bisa mengira-ngira bahwa makna dari idiom tersebut adalah "menyesali diri"

Pengenalan terhadap konteks internal dan external teks dapat berguna sekali dalam memahami makna sebuah idiom. Mengapa demikian? Karena kelahiran idiom tidak bisa dilepaskan dari sejarah yang dialami oleh suatu masyarakat tutur bahasa tersebut, juga tidak terlepas dari budaya masyarakat tersebut.

Idiom pada umumnya merupakan metafora yang digunakan sehari-hari dalam bahasa percakapan (colloquial metaphor). Untuk memahami metafora tersebut, kita perlu berada di dalam budaya tersebut, atau setidaknya memahami pengetahuan dan informasi yang mendasar, serta mempunyai pengalaman berinteraksi dengan budaya tersebut untuk bisa memahami referensi-referensi kultural dan historis dari suatu idiom. Dipandang dari sudut peranannya dalam kehidupan bermasyarakat, idiom lebih merupakan dari budaya. Sebagai bagian budaya, tentu saja maknanya tidak bisa didapat dari elemen-elemen penyusunnya.

Idiom ada dua jenis, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian

Sabtu, 20 Maret 2010

Kalimat

Kalimat merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa. Karena itu, terkait dengan peranannya sebagai alat interaksi dan dengan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Ini adalah definisi kalimat secara tradisional. Namun dalam perkembangan ilmu linguistik, definisi kaliamt dikaitkan dengan satuan-satuan yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa).

Dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil tersebut, kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konsituen dasar dan disertai intonasi final serta, bila diperlukan, dilengkapi dengan konjungsi.

Kalimat = konstituen dasar + intonasi final

atau

Kalimat = konstituen dasar + intonasi final + konjungsi

Konstituen dasar dapat berupa:

Intonasi final dapat berupa

  • intonasi deklaratif yang disimbolkan dengan tanda titik (.) dalam bahasa tulis
  • intonasi tanya yang disimbolkan dengan tanda tanya (?) dalam bahasa tulis
  • intonasi seru yang disimbolkan dengan tanda seru (!) dalam bahasa tulis

Konjungsi hanya digunakan bila diperlukan, yaitu bila kalimat tersebut terdiri lebih dari satu konstituen dasar.

Contoh

  1. Dedi sedang menonton televisi di rumah paman.
    • Konsituen dasar kalimat: satu buah klausa bebas, yaitu:
      1. Dedi sedang menonton televisi di rumah paman
    • Intonasi: deklaratif
  2. Dedi sedang menonton televisi di rumah paman dan Miki sedang mendengarkan radio di rumah kakek.
    • Konsituen dasar kalimat: dua buah klausa bebas, yaitu:
      1. Dedi sedang menonton televisi di rumah paman
      2. Miki sedang mendengarkan radio di rumah kakek")
    • Konjungsi: dan
    • Intonasi: deklaratif
  3. Ketika banjir terjadi, Dedi sedang menonton televisi di rumah paman.
    • Konsituen dasar kalimat: satu buah klausa bebas dan satu buah klausa terikat
      1. Klausa bebas: Dedi sedang menonton televisi di rumah paman
      2. Klausa terikat: Banjir terjadi
    • Konjungsi: ketika
    • Intonasi: deklaratif
  4. Televisi! (Kalimat jawaban terhadap kalimat tanya "Dedi sedang menonton apa di rumah paman?")
    • Konsituen dasar kalimat: satu buah kata
    • Intonasi: seru
  5. Rumah paman. (Kalimat jawaban terhadap kalimat tanya "Dedi sedang menonton televisi di rumah siapa?" )
    • Konsituen dasar kalimat: satu buah frase
    • Intonasi: seru

Konstituen dasar kalimat menentukan status kalimat. Kalimat yang konstituen dasarnya berupa klausa menjadi kalimat bebas, sedangkan kalimat yang konstituen dasarnya berupa frase atau kata hanya bisa menjadi kalimat terikat.

Jumat, 19 Maret 2010

Kalimat Tak Langsung

Kalimat tak langsung adalah kalimat yang melaporkan apa yang orang katakan tanpa mengutip perkataan secara langsung melainkan mengubah susunan bahasa kalimat langsung dan kalimat pengiringnya menjadi satu kalimat berita majemuk bertingkat. Kalimat pengiring berubah menjadi induk kalimat, kalimat langsung berubah menjadi anak kalimat. Induk kalimat dan anak kalimat dihubungkan dengan tanda koma atau dengan kata hubung "bahwa", "bagaimana", "siapa", "kapan", "agar", dan sebagainya.


Contoh


Konstruksi kalimat langsung


Pak Ahmad bertanya kepada Susi, "Bagaimana cara kamu membuat tempe?"


Konstruksi kalimat tak langsung


Pak Ahmad bertanya kepada Susi bagaimana caranya Susi membuat tempe.


Kalimat tidak langsung ditandai dengan:


  1. Berbentuk kalimat berita majemuk bertingkat
  2. Intonasi pada akhir anak kalimat biasanya menurun.
  3. Tidak menggunakan rangkaian tanda baca koma diikuti tanda kutip ganda (,"...").
  4. Transformasi subyek anak kalimat
    1. Saya —-> Dia
    2. Kamu —–> Saya
    3. Kalian —–> Kami
    4. Kami —–> Mereka
    5. Kita —–> Kami
  5. Antara induk kalimat dan anak kalimat digunakan tanda hubung koma (,) atau kata hubung "bahwa", "bagaimana", "siapa", "kapan", "agar", dan sebagainya.

Kalimat Langsung & Kalimat Pengiring

Kalimat langsung (direct sentence) adalah kalimat yang dikutip dari perkataan seseorang. Kalimat langsung memuat peristiwa atau kejadian dari sumber lain dengan mengutip atau mengulang kembali ujaran dari sumber tersebut.


Contoh :


Ibu berkata kepada Budi, "Kamu memang anak baik."


Kalimat "Kamu memang anak baik" adalah kalimat langsung.


Kalimat "Ibu berkata kepada Budi" adalah kalimat pengiring.


Kalimat langsung selalu berada di dalam sepasang tanda kutip ganda ("...") dan intonasi kalimat langsung umumnya lebih tinggi daripada intonasi kalimat pengiring. Pemisah antara kalimat langsung yang berada dalam tanda kutip ganda dan kalimat pengiring adalah tanda koma (,) atau tanda titik dua (:). Tanda titik dua (:) sebagai pemisah jarang digunakan dan tidak baku.


Bila kalimat pengiring berada di belakang kalimat langsung, maka kalimat langsung yang berbentuk kalimat berita diakhiri dengan tanda koma (,).


Contoh:


Ibu berkata kepada Budi, "Kamu memang anak baik."


"Kamu memang anak baik," kata ibu kepada Budi.
Kalimat pengiring juga dapat diletakkan sebelum dan sesudah kalimat langsung.
Contoh:
Ibu berkata kepada Budi, "Kamu memang anak baik," lalu melangkah pergi.
Selain itu, kalimat langsung juga bisa mengapit kalimat pengiring.
Contoh:
"Kamu dipanggil guru," kata Andri menyeringai, "mau dimarahi."
Dalam jenis susunan ini, huruf kapital pada kalimat langsung hanya digunakan pada kalimat langsung yang pertama (yang sebelum kalimat pengiring).

About Me

Foto saya
Bermula dari ngobrol-ngobrol biasa/ santai tentang berbagai topik antar beberapa teman. Lalu komunitas orang ngobrol itu disebut lingkar studi alias (Study Cycle 'Siklus Belajar'). Ketika beberapa teman itu tersebar ke berbagai daerah akibat pekerjaan dan tidak lagi bisa bertemu di darat, maka internet menjadi pilihan untuk melanjutkan obrolan. Pertama-tama di friendster, lalu facebook, dan situs-situs lain. Karena kesibukan kerja, blog menjadi pilihan utama, mengingat kelebihannya sebagai ajang diskusi yang tidak real time. Lalu, orang-orang yang berminat membaca obrolan dan diskusi pun bertambah, sehingga member dan friend lingkar studi bertambah, bahkan termasuk dari luar negeri. Meski demikian, komunitas ini tidak pernah menjadi organisasi, karena sifatnya sebagai ajang ngobrol ide dan pemahaman melalui blog dan comment, juga forum dan chatting, tidak berubah.

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP