Sabtu, 24 April 2010

Majas Antropomorfisme

Secara etimologis, istilah "antropomorfisme" berasal dari kombinasi bahasa Yunani kata Ανθρωπος (anthropos), "manusia" dan μορφή (morphe), "bentuk" atau "bentuk".

Majas antropomorfisme adalah metafora yang mengatribusikan karakteristik manusia kepada entitas selain manusia, seperti misal alam, tumbuhan, pohon, fenomena, negara, konsep abstrak, obyek, angin, hujan atau matahari. Dengan menggunakan majas antropomorfisme, entitas bukan manusia tersebut diceritakan seolah-olah berbicara, berpikir, bersikap, bertingkah laku, merasa, dan bertindak seperti manusia, meski tentu entitas tersebut dalam makna harfiah tidak seperti manusia. Dengan kata lain, majas antropomorfisme adalah interpretasi terhadap entitas bukan manusia dengan menggunakan istilah-istilah manusia atau dengan menggunakan istilah-istilah karakteristik manusia yang dikenal manusia agar entitas bukan manusia tersebut dapat lebih mudah dipahami oleh manusia.

Sebagai suatu metafora, majas antropomorfisme sebenarnya menggunakan perbandingan analogi sebagai inti pokok logikanya dengan tidak menyertakan kata-kata pembanding seperti misal "bagai", "bagaikan", "ibarat", "seperti", "seumpama", "bak", "laksana", "umpama", dsj.

Majas antropomorfisme sangat produktif sekali penggunaannya dalam kitab-kitab suci (termasuk Alkitab dan Al Qur'an) untuk menceritakan mengenai Tuhan — konsep abstrak entitas non manusia yang mustahil dapat dipahati (terlebih dihayati) bila tidak diceritakan dengan menggunakan majas antropomorfisme. Contoh penggunaan majas antropomorfisme untuk Tuhan meliputi pensifatan (atribusi) Tuhan yang dikisahkan melihat, mendengar, cemburu, setia, mengetahui, adil, bijaksana, bersemayam, mendekat, sabar, pengasih, penyayang, berbicara/ berfirman, perkasa, dsb.

Read more...

Kamis, 22 April 2010

Index

Please activate javascript your browser to see this page.
Mohon aktifkan javascript browser anda untuk melihat halaman ini.

Code "a" : in English
Kode "b" : dalam bahasa Indonesia
QQ

Read more...

Sabtu, 17 April 2010

Campur kode (code mixing)

Campur kode (code mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan untuk mendukung suatu tuturan yang disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Gejala campur kode ini biasanya terkait dengan karakteristik penutur, misal, latar belakang sosil, pendidikan, kepercayaan, dsb.

Dalam keseharian, masyarakat Indonesia yang multilangual, kita sering sekali mendengar peristiwa campur kode ini.

Contoh:

  1. Alhamdulillah, dia selamat.
  2. Kalau sudah mengisi formulir itu, tekan tombol Enter.
  3. Percayalah kepada Allah dengan segenap hatimu.

Contoh 1 dan 3 tersebut menunjukkan campur kode bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, sedangkan contoh 2 menunjukkan campur kode bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

Read more...

Interferensi Bahasa

Interferensi ialah masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yg mengakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yg dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologis, gramatikal, leksikal maupun semantis. Dalam peristiwa interferensi terjadi transfer, yaitu penggunaan kaidah bahasa tertentu pada bahasa lainnya.

Jenis interferensi meliputi:
  1. Interferensi progesif

    Interferensi terjadi dalam bentuk masuknya unsur bahasa yang dikuasai lebih dulu ke bahasa yang dikuasai kemudian. Interferensi jenis ini banyak ditemukan dalam Injil dan kitab-kitab lain dalam Alkitab Perjanjian Baru, karena Alkitab Perjanjian Baru ditulis dengan menggunakan bahasa Yunani oleh orang Ibrani yang berbahasa ibu Aram dan Ibrani.

  2. Interferensi regresif

    Interferensi regresif adalah masuknya unsur bahasa yang dikuasai kemudian ke bahasa yang sudah dikuasai lebih dulu.

Interferensi hanya dapat terjadi bila seseorang dapat berbicara dalam 2 bahasa atau lebih.

Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu:

  1. faktor kontak bahasa.

    Bahasa-bahasa yang digunakan dalam masyarakat itu saling berhubungan sehingga perlu digunakan alat pengungkap gagasan. Karena faktor tersebut maka terdapat interferensi performansi atau interferensi sistemis.

  2. kemampuan berbahasa yang akan mengakibatkan interferensi belajar muncul.

Read more...

Sabtu, 03 April 2010

Intonasi final

Intonasi final adalah penurunan pola titi nada pada suku kata-suku kata yang mengikuti tekanan frase dalam kelompok gagasan terakhir dalam kalimat.

Intonasi final dapat berupa

  • intonasi deklaratif yang disimbolkan dengan tanda titik (.) dalam bahasa tulis
  • intonasi tanya yang disimbolkan dengan tanda tanya (?) dalam bahasa tulis
  • intonasi seru yang disimbolkan dengan tanda seru (!) dalam bahasa tulis

Read more...

Klausa terikat

Klausa terikat adalah klausa yang memiliki struktur yang tidak lengkap. Dengan kata lain, klausa jenis ini tidak memiliki subyek sekaligus predikat. Karena itu, klausa jenis ini selalu terikat dengan klausa yang lain dan tidak pernah bisa menjadi kalimat mayor.

Klausa terikat biasanya berdiri sebagai jawaban atas suatu pertanyaan atau berdiri di dalam anak kalimat. Klausa terikat yang berdiri di dalam anak kalimat relatif mudah dikenal karena di bagian depan dari klausa terikat tersebut biasa ada konjungsi subordinatif semacam ketika, apabila, kalau, dsj.

Contoh:

  1. Besok sore. (Jawaban untuk kalimat "Kapan kamu berangkat?")
  2. Ketika hujan turun, bukit itu longsor.

Pada contoh nomer 2 di atas, klausa terikat "ketika hujan turun" ditandai dengan konjungsi subordinatif "ketika", dan klausa tersebut membentuk anak kalimat "Ketika hujan turun".

Karena diawali dengan konjungsi subordinatif, maka klausa terikat disebut juga klausa subordinatif (subordinative clause) atau klausa bawahan. Klausa lain yang menjadi tempat klausa terikat itu mengikatkan diri dan hadir bersama-sama dengan kalimat terikat itu disebut sebagai klausa utama (main clause, principal clause) atau klausa atasan. Eksistensi klausa terikat dalam kalimat majemuk bertingkat bergantung pada klausa utama. Jenis klausa utama selalu klausa bebas.

Read more...

Klausa Bebas

Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur kalimat yang lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat.

Contoh:

  1. Bapak sedang pergi
  2. Ibu telah makan

Hanya dengan memberi intonasi final pada klausa bebas, maka klausa tersebut berubah menjadi kalimat mayor. Ini berarti, klausa bebas berpotensi menjadi kalimat mayor.

Klausa Bebas + Intonasi Final → Kalimat Mayor

Contoh:

Bila...

maka

  • kalimat mayor: Bapak sedang pergi?

Kalimat tersebut berasal dari proses sederhana:

Bapak sedang pergi + ? → Bapak sedang pergi?


Read more...

Jenis Klausa

Jenis-jenis klausa dapat dibedakan berdasarkan 2 hal, yaitu:

  1. Berdasarkan strukturnya, meliputi:
    1. Klausa bebas
    2. Klausa terikat
  2. Berdasarkan kateori segmentalnya
    1. Klausa verbal
    2. Klausa nominal
    3. Klausa ajektifal
    4. Klausa adverbial
    5. Klausa preposisional

Read more...

About Me

Foto saya
Bermula dari ngobrol-ngobrol biasa/ santai tentang berbagai topik antar beberapa teman. Lalu komunitas orang ngobrol itu disebut lingkar studi alias (Study Cycle 'Siklus Belajar'). Ketika beberapa teman itu tersebar ke berbagai daerah akibat pekerjaan dan tidak lagi bisa bertemu di darat, maka internet menjadi pilihan untuk melanjutkan obrolan. Pertama-tama di friendster, lalu facebook, dan situs-situs lain. Karena kesibukan kerja, blog menjadi pilihan utama, mengingat kelebihannya sebagai ajang diskusi yang tidak real time. Lalu, orang-orang yang berminat membaca obrolan dan diskusi pun bertambah, sehingga member dan friend lingkar studi bertambah, bahkan termasuk dari luar negeri. Meski demikian, komunitas ini tidak pernah menjadi organisasi, karena sifatnya sebagai ajang ngobrol ide dan pemahaman melalui blog dan comment, juga forum dan chatting, tidak berubah.

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP