Minggu, 28 Maret 2010

Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif, dengan kata lain, runtutan kata-kata tersebut harus ada yang berfungsi sebagai predikat. Tanpa predikat, tidak ada klausa. Selain fungsi predikat, fungsi lain yang juga perlu ada adalah subyek. Subyek ini bisa berupa subyek eksplisit maupun subyek implisit yang diketahui dari bentuk kata kerjanya, sebagaimana ada dalam bahasa-bahasa tertentu, seperti misal bahasa Yunani, Ibrani, Aram, dan Arab. Bahasa-bahasa semacam ini dikenal sebagai bahasa bersubyek nol. Selain subyek dan predikat, fungsi-fungsi semacam obyek, pelengkap, dan keterangan tidak wajib ada dalam klausa.

Contoh klausa dengan subyek eksplisit


  • Indonesia
    1. Andi pergi
    2. Deni membaca
  • Inggris
    1. She jumped
    2. He run

Contoh klausa dengan subyek implisit (subyek implisit diberi tanda warna merah)

  • Yunani
    1. Μαρτυρω 'Marturō' "Aku berkata"
    2. Μαρτυρετε 'marturete' "Kalian bersaksi"
  • Ibrani
    1. בָּרָא ‘bārā'’ "Dia mencipta"

Kalimat rumit terdiri dari kombinasi beberapa klausa, baik itu kombinasi antara klausa bebas dengan klausa bebas maupun antara klausa bebas dengan klausa terikat.

Contoh kombinasi antara klausa bebas dengan klausa bebas

Kakak belajar, sedangkan adik bermain.

Dalam contoh tersebut, klausa "kakak belajar" dan klausa adik bermain" adalah klausa bebas.


Contoh kombinasi antara klausa bebas dengan klausa terikat


Kalau tidak ada halangan, saya akan pergi besok pagi.


Dalam contoh tersebut, klausa "saya akan pergi besok" adalah klausa bebas, sedangkan klausa "kalau tidak ada halangan" adalah klausa terikat.

Dalam tataran linguistik, tataran klausa berada di bawah kalimat, namun di atas frase. Bila klausa diberi intonasi final, maka terbentuklah kalimat.

Kalimat yang berasal dari klausa menjadi kalimat mayor, sedangkan kalimat yang tidak berasal dari klausa menjadi kalimat minor.

Berdasarkan struktur dan kategori segmentalnya, klausa dapat dibedakan menjadi beberapa jenis klausa.

Read more...

Minggu, 21 Maret 2010

Prinsip penyusunan/ Prinsip Frege (Principle of Compositionality, Frege's Principle)

Prinsip penyusunan (principle of compositionality) adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa makna ekspresi yang kompleks ditentukan oleh makna setiap konstituen dan strukturnya. Dari Prinsip Penyusunan ini kita dapat menurunkan rumusan:

Makna Kalimat = Makna Leksikal Tiap Unsur Penyusun + Tata Bahasa

Prinsip Penyusunan ini juga disebut Prinsip Frege, karena dirumuskan pertama kali oleh Gottlob Frege, meski ide pokoknya telah ada sejak jaman Plato dalam karyanya yang berjudul Theaetetus dan Yāska dalam karya risalahnya yang berjudul Nirukta. Frege menyatakan dalam bukunya yang berjudul "Fondasi Aritmetika" bab 60 bahwa hanya dalam kalimat yang lengkap saja kata-kata mempunyai makna.

Prinsip ini secara umum mendasari ilmu linguistik modern. Mengapa disebut "secara umum"? Karena ada bagian-bagian dalam linguistik yang tidak terikat oleh prinsip ini seperti misal idiom, sindiran, sinistisme, sarkasme, peribahasa, dsb. Sebutlah ada seorang ibu yang begitu jengkel karena suaminya sering pulang malam. Lalu dia berkata dengan marah, "Pulang malam terus saja sampai puas. Pulang malam kan enak." Bayangkan bila si suami memahami kalimat si istri tersebut dengan Prinsip Penyusunan. Pastilah dia akan makin sering pulang larut malam (bahkan kalau perlu pulang pagi) dan membuat situasi rumah tangganya makin runyam. Makna kalimat semacam yang si istri itu katakan tentu saja tidak sebagaimana yang tertulis, karena ada konteks dan intonasi yang menentukan makna kalimat tersebut. Di sini lagi-lagi kita melihat bahwa konteks adalah raja yang menentukan makna kalimat.

Meski secara umum Prinsip Penyusunan ini masih digunakan hingga saat ini dalam kelas-kelas bahasa, namun penggunaannya pada jaman modern ini telah mempertimbangkan aspek-aspek lain, seperti misal konteks kalimat dan intonasi yang digunakan oleh si pembicara. Dalam bahasa percakapan, prinsip ini mungkin hanya menempati porsi yang tidak dominan, mengingat bahasa percakapan kita sangat dipengaruhi oleh bahasa tubuh, ekspresi, dan intonasi.

Read more...

Idiom (Ungkapan)

Idiom atau ungkapan adalah ujaran yang penggunaannya dalam suatu bahasa itu khas bagi suatu bahasa dan komunitas, baik dalam hal konstruksi gramatikal maupun dalam hal makna yang tidak dapat diketahui dari gabungan makna kata-kata yang digunakan dalam idiom tersebut. Idiom itu fenomena berbahasa yang lumrah, yang dapat ditemukan dalam berbagai bahasa, dari bahasa kuno berusia ribuan tahun sampai pada bahasa-bahasa modern. Dalam linguistik, masih diperdebatkan apakah idiom dianggap sebagai gaya bahasa yang bertentangan dengan principle of compositionality (prinsip penyusunan) atau tidak.

Contoh idiom bahasa Indonesia:

  • panjang tangan: suka mencuri
  • besar kepala: sombong
  • banting tulang: kerja keras

Contoh idiom bahasa Inggris:

  • put words in (to) someone's mouth: menginterpretasikan perkataan seseorang sehingga maknanya seperti yang anda inginkan dan bukannya seperti yang si pembicara itu maksudkan
  • What the heck!: tidak masalah
  • cry in one's beer: menyesali diri
  • to kick the bucket: modar (bahasa kasar dari mati)

Makna suatu idiom tidak dapat diketahui dari kata-kata yang menyusun idiom tersebut, sehingga untuk mengetahui maknanya, kita perlu menghafalnya atau dengan cara melihat kamus. Selain dengan kedua cara itu, terkadang kita bisa menafsirkan makna suatu idiom dari konteks kalimat dimana idiom tersebut ada.

Contoh mengenal idiom dari konteks:

  1. Dia pemuda yang ringan tangan. Setiap kali melihat ada yang kesusahan, segera saja ia membantu semampunya.

    Dalam konteks kalimat, idiom "ringan tangan" berarti suka membantu

  2. Ringan tangan sekali dia! Hanya karena tersenggol, dia menghajar orang.

    Dalam konteks kalimat, idiom yang sama berarti suka memukul atau mudah untuk melayangkan pukulan ke orang lain.

  3. Setelah bekerja membanting tulang dan mandi peluh seharian, Doni tertidur pulas sekali.

    Dalam konteks kalimat ini, kedua idiom tersebut berarti bekerja sangat keras dengan segenap tenaganya.

  4. Don't cry in your beer. Get yourself straightened out.

    Ada orang-orang dalam masyarakat Barat tempo dulu bila sedang tertekan dan menyesali diri/ menyesali nasib jadi tenggelam dalam minuman keras. Dengan mengetahui konteks tempo dulu ini, kita bisa mengira-ngira bahwa makna dari idiom tersebut adalah "menyesali diri"

Pengenalan terhadap konteks internal dan external teks dapat berguna sekali dalam memahami makna sebuah idiom. Mengapa demikian? Karena kelahiran idiom tidak bisa dilepaskan dari sejarah yang dialami oleh suatu masyarakat tutur bahasa tersebut, juga tidak terlepas dari budaya masyarakat tersebut.

Idiom pada umumnya merupakan metafora yang digunakan sehari-hari dalam bahasa percakapan (colloquial metaphor). Untuk memahami metafora tersebut, kita perlu berada di dalam budaya tersebut, atau setidaknya memahami pengetahuan dan informasi yang mendasar, serta mempunyai pengalaman berinteraksi dengan budaya tersebut untuk bisa memahami referensi-referensi kultural dan historis dari suatu idiom. Dipandang dari sudut peranannya dalam kehidupan bermasyarakat, idiom lebih merupakan dari budaya. Sebagai bagian budaya, tentu saja maknanya tidak bisa didapat dari elemen-elemen penyusunnya.

Idiom ada dua jenis, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian

Read more...

Sabtu, 20 Maret 2010

Kalimat

Kalimat merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa. Karena itu, terkait dengan peranannya sebagai alat interaksi dan dengan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Ini adalah definisi kalimat secara tradisional. Namun dalam perkembangan ilmu linguistik, definisi kaliamt dikaitkan dengan satuan-satuan yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa).

Dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil tersebut, kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konsituen dasar dan disertai intonasi final serta, bila diperlukan, dilengkapi dengan konjungsi.

Kalimat = konstituen dasar + intonasi final

atau

Kalimat = konstituen dasar + intonasi final + konjungsi

Konstituen dasar dapat berupa:

Intonasi final dapat berupa

  • intonasi deklaratif yang disimbolkan dengan tanda titik (.) dalam bahasa tulis
  • intonasi tanya yang disimbolkan dengan tanda tanya (?) dalam bahasa tulis
  • intonasi seru yang disimbolkan dengan tanda seru (!) dalam bahasa tulis

Konjungsi hanya digunakan bila diperlukan, yaitu bila kalimat tersebut terdiri lebih dari satu konstituen dasar.

Contoh

  1. Dedi sedang menonton televisi di rumah paman.
    • Konsituen dasar kalimat: satu buah klausa bebas, yaitu:
      1. Dedi sedang menonton televisi di rumah paman
    • Intonasi: deklaratif
  2. Dedi sedang menonton televisi di rumah paman dan Miki sedang mendengarkan radio di rumah kakek.
    • Konsituen dasar kalimat: dua buah klausa bebas, yaitu:
      1. Dedi sedang menonton televisi di rumah paman
      2. Miki sedang mendengarkan radio di rumah kakek")
    • Konjungsi: dan
    • Intonasi: deklaratif
  3. Ketika banjir terjadi, Dedi sedang menonton televisi di rumah paman.
    • Konsituen dasar kalimat: satu buah klausa bebas dan satu buah klausa terikat
      1. Klausa bebas: Dedi sedang menonton televisi di rumah paman
      2. Klausa terikat: Banjir terjadi
    • Konjungsi: ketika
    • Intonasi: deklaratif
  4. Televisi! (Kalimat jawaban terhadap kalimat tanya "Dedi sedang menonton apa di rumah paman?")
    • Konsituen dasar kalimat: satu buah kata
    • Intonasi: seru
  5. Rumah paman. (Kalimat jawaban terhadap kalimat tanya "Dedi sedang menonton televisi di rumah siapa?" )
    • Konsituen dasar kalimat: satu buah frase
    • Intonasi: seru

Konstituen dasar kalimat menentukan status kalimat. Kalimat yang konstituen dasarnya berupa klausa menjadi kalimat bebas, sedangkan kalimat yang konstituen dasarnya berupa frase atau kata hanya bisa menjadi kalimat terikat.

Read more...

Jumat, 19 Maret 2010

Kalimat Tak Langsung

Kalimat tak langsung adalah kalimat yang melaporkan apa yang orang katakan tanpa mengutip perkataan secara langsung melainkan mengubah susunan bahasa kalimat langsung dan kalimat pengiringnya menjadi satu kalimat berita majemuk bertingkat. Kalimat pengiring berubah menjadi induk kalimat, kalimat langsung berubah menjadi anak kalimat. Induk kalimat dan anak kalimat dihubungkan dengan tanda koma atau dengan kata hubung "bahwa", "bagaimana", "siapa", "kapan", "agar", dan sebagainya.


Contoh


Konstruksi kalimat langsung


Pak Ahmad bertanya kepada Susi, "Bagaimana cara kamu membuat tempe?"


Konstruksi kalimat tak langsung


Pak Ahmad bertanya kepada Susi bagaimana caranya Susi membuat tempe.


Kalimat tidak langsung ditandai dengan:


  1. Berbentuk kalimat berita majemuk bertingkat
  2. Intonasi pada akhir anak kalimat biasanya menurun.
  3. Tidak menggunakan rangkaian tanda baca koma diikuti tanda kutip ganda (,"...").
  4. Transformasi subyek anak kalimat
    1. Saya —-> Dia
    2. Kamu —–> Saya
    3. Kalian —–> Kami
    4. Kami —–> Mereka
    5. Kita —–> Kami
  5. Antara induk kalimat dan anak kalimat digunakan tanda hubung koma (,) atau kata hubung "bahwa", "bagaimana", "siapa", "kapan", "agar", dan sebagainya.

Read more...

Kalimat Langsung & Kalimat Pengiring

Kalimat langsung (direct sentence) adalah kalimat yang dikutip dari perkataan seseorang. Kalimat langsung memuat peristiwa atau kejadian dari sumber lain dengan mengutip atau mengulang kembali ujaran dari sumber tersebut.


Contoh :


Ibu berkata kepada Budi, "Kamu memang anak baik."


Kalimat "Kamu memang anak baik" adalah kalimat langsung.


Kalimat "Ibu berkata kepada Budi" adalah kalimat pengiring.


Kalimat langsung selalu berada di dalam sepasang tanda kutip ganda ("...") dan intonasi kalimat langsung umumnya lebih tinggi daripada intonasi kalimat pengiring. Pemisah antara kalimat langsung yang berada dalam tanda kutip ganda dan kalimat pengiring adalah tanda koma (,) atau tanda titik dua (:). Tanda titik dua (:) sebagai pemisah jarang digunakan dan tidak baku.


Bila kalimat pengiring berada di belakang kalimat langsung, maka kalimat langsung yang berbentuk kalimat berita diakhiri dengan tanda koma (,).


Contoh:


Ibu berkata kepada Budi, "Kamu memang anak baik."


"Kamu memang anak baik," kata ibu kepada Budi.
Kalimat pengiring juga dapat diletakkan sebelum dan sesudah kalimat langsung.
Contoh:
Ibu berkata kepada Budi, "Kamu memang anak baik," lalu melangkah pergi.
Selain itu, kalimat langsung juga bisa mengapit kalimat pengiring.
Contoh:
"Kamu dipanggil guru," kata Andri menyeringai, "mau dimarahi."
Dalam jenis susunan ini, huruf kapital pada kalimat langsung hanya digunakan pada kalimat langsung yang pertama (yang sebelum kalimat pengiring).

Read more...

About Me

Foto saya
Bermula dari ngobrol-ngobrol biasa/ santai tentang berbagai topik antar beberapa teman. Lalu komunitas orang ngobrol itu disebut lingkar studi alias (Study Cycle 'Siklus Belajar'). Ketika beberapa teman itu tersebar ke berbagai daerah akibat pekerjaan dan tidak lagi bisa bertemu di darat, maka internet menjadi pilihan untuk melanjutkan obrolan. Pertama-tama di friendster, lalu facebook, dan situs-situs lain. Karena kesibukan kerja, blog menjadi pilihan utama, mengingat kelebihannya sebagai ajang diskusi yang tidak real time. Lalu, orang-orang yang berminat membaca obrolan dan diskusi pun bertambah, sehingga member dan friend lingkar studi bertambah, bahkan termasuk dari luar negeri. Meski demikian, komunitas ini tidak pernah menjadi organisasi, karena sifatnya sebagai ajang ngobrol ide dan pemahaman melalui blog dan comment, juga forum dan chatting, tidak berubah.

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP